Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden

    Ilham Bintang: Ya Ampun, Presiden
    Ilham Bintang, Jurnalis Senior Indonesia

    JAKARTA - Presiden Joko Widodo akhirnya  menanggapi kegaduhan yang dipicu oleh wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatannya. 

    Kepada Kompas.id Sabtu (5/3) Jokowi menyatakan dirinya bakal patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

    "Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi, " katanya tegas di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3). 

    Pernyataan Presiden tampaknya khusus untuk Kompas. Tidak  ditemukan hari itu di website Istana. Juga di beberapa media konvensional lainnya yang biasa rajin mengutip Presiden Jokowi.  Redaksi  Kompas.id tidak mengimbuhkan kata eksklusif pernyataan itu  untuk Kompas.

    Bahkan berita dimaksud tidak menyebut dalam kesempatan apa Presiden Jokowi bicara seperti itu. Dia bicara ditanya wartawan (langsung atau tertulis). Atau bicara berdasar inisiatif sendiri? 

    Masyarakat memang  sudah dua pekan menunggu respons Jokowi atas pernyataan menteri nya dan pimpinan  parpol koalisi pendukungnya yang telah menimbulkan polemik panjang  di tengah masyarakat. 
    Menutup berita Ibu Kota Negara (IKN), dan isu Azan Menteri Agama. Laporan Gibran dan Kaesang ke KPK pun terlupakan. 

    Seperti disebut, ada dua pernyataan bermasalah yang mengemuka di publik. Pertama, wacana  penundaan Pemilu 2024, yang kedua  perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Berbagai pihak telah memberi tanggapan bahkan mayoritas pakar hukum tata negara menganggap wacana itu melecehkan dan merupakan percobaan perbuatan makar pada konstitusi.  

    Tidak Bisa Dilarang 

    Dalam kesempatan di Istana Bogor, Jokowi selanjutnya  menyatakan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.

    "Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi, " ujarnya. 

    Menanggapi itu cendekiawan muslim Azyumardi Azra  meminta masyarakat waspada terhadap  sikap Presiden Jokowi itu. 

    Sebab, Jokowi kerap melakukan tindakan yang berlawanan. Meski berkali-kali mantan Wali Kota Solo itu menolak memperpanjang masa jabatan, Azra mewaspadai pernyataan itu akan berubah sebaliknya.

    "Pernyataan Presiden Jokowi bahwa  ia 'taat, tunduk dan patuh pd konstitusi" masih normatif. Tidak cukup tegas menjawab kegaduhan politik 3 pimpinan parpol yang mengusulkan penundaan Pemilu 14 Feb 2024. Presiden Jokowi juga tidak eksplisit dan tegas menyatakan 'menolak penundaan Pemilu 2024, perpanjangan masa jabatan Presiden dan amandemen UUD 1945, " papar Profesor Azyumardi yang saya hubungi Minggu ( 6/3) pagi. 

    "Saya sudah menyampaikan secara terbuka di berbagai media.Jangan  berpendapat begitu [Jokowi menolak], apalagi yakin. Karena melihat gejalanya sering  apa yang dikatakan Presiden Jokowi itu selalu berlawanan dengan apa yang dilakukan, " sambung anggota Dewan Pers yang baru terpilih itu. 

    Menggunakan Pasal 37 

    Pasal 22 E UUD 1945 menggariskan pemilu presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota dilaksanakan lima tahun sekali. Sedangkan Pasal 7 membatasi  jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya boleh dua priode, yang setiap priodenya berdurasi 5 tahun. Berdasar aturan itu, masa jabatan Jokowi akan berakhir tahun 2024 dan tidak bisa dipilih lagi. 

    Namun, untuk mengubah Pasal 22 E dan Pasal 7, memang ada salurannya, meskipun ditentang Prof Denny Indrayana, pakar hukum tata negara. Denny tetap menilai tindakan itu melecehkan konstitusionalisme. Ada yang menduga  tiga pimpinan parpol  akan memanfaatkan pasal 37 UUD sebagai jalan masuk. Maka penundaan pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan pun akan  menjadi konstitusional. Itulah yang mungkin dimaksud Jokowi taat pada konstitusi. 

    Pasal 37 UUD 1945 secara umum membahas tentang perubahan UUD. Pasal  itu menegaskan UUD dapat diubah jika sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dihadiri minimal 2/3 dari jumlah anggota MPR. 

    Secara eksplisit jalan itu  sudah diterangkan oleh Ketua MPR - RI, Bambang Soesatyo. Apalagi UUD 1945 sudah empat kali diamandemen sejak  reformasi. Kolaborasi  Presiden Jokowi dengan parlemen yang kursinya dikuasai oleh partai koalisi bisa melapangkan jalan  amandemen terbatas pasal 22 E dan pasal 7 konstitusi.

    Perubahan konstitusi dimungkinkan jika diusulkan 2/3 anggota MPR-RI. Jumlah anggota MPR - RI terdiri 560 anggota DPR-RI ditambah 136 anggota DPD. Ketua DPD boleh saja menolak, namun itu bukanlah suara semua anggota DPD, yang nota bene mayoritas kader  partai  dengan atribusi lain. 

    Coba simak tanggapan Jokowi terhadap pihak yang mewacanakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden RI juga kemarin di Bogor, melunak.  Dulu Jokowi bilang yang mengusulkan itu motifnya tiga.  Mencari  muka, menampar mukanya, dan hendak menjerumuskannya. Sekarang boleh, katanya. Bebas. Pihak  manapun yang mengusulkan karena itu hak demokrasinya.  

    Ya, Ampun Presiden! 

    Mungkin kita yang berekspektasi berlebihan memahamo demokrasi. Rakyat juga keliru. Semua pihak yang memprotes menteri dan petinggi parpol yang dianggap  menghianati konstitusi,  mungkin tidak pada tempatnya jika berharap Presiden Jokowi bicara tegas. 

    "Dalam politik, jika Anda ingin sesuatu dikatakan, tanyakan pada seorang pria; jika Anda ingin sesuatu dilakukan, mintalah pada seorang wanita, " kata Margaret Thatcher.

    Jakarta, 6 Maret 2022

    Ilham Bintang

    Jurnalis Senior Indonesia

    Ilham Bintang
    Tony Rosyid

    Tony Rosyid

    Artikel Sebelumnya

    IKM Perum Rici Serahkan  Bantuan Gempa Melalui...

    Artikel Berikutnya

    Novita Wijayanti Apresiasi Progres Pembangunan...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing

    Ikuti Kami