Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Setujui 7 Pengajuan Restorative Justice

    Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Setujui 7 Pengajuan Restorative Justice
    Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana

    JAKARTA - Jaksa Agung telah melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui, dimana permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) yang telah dikabulkan sebanyak 7 permohonan. Senin(21/11/2022)

    Adapun 7 berkas perkara yang telah dilakukan penghentian penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu :

    1. Tersangka JEFRI MANSOBEN dari Kejaksaan Negeri Biak Numfor yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    2. Tersangka MAHFUD dari Kejaksaan Negeri Jayapura yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    3. Tersangka ABDULLAH bin ABDUL SOMAD dari Kejaksaan Negeri Sungai Penuh yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    4. Tersangka MUKSIN bin KARSO dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
    5. Tersangka SUDIRMANTO bin SUHARDI dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    6. Tersangka WAWAN SETIAWAN bin SUNARTO dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
    7. Tersangka RISWAN PGL RISWAN bin RAMLI dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

    Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

    Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

    • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
    • Tersangka belum pernah dihukum;
    • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
    • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
    • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
    • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
    • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
    • Pertimbangan sosiologis;
    • Masyarakat merespon positif.

    fadil zumhana jam-pidum restorative justice
    Updates.

    Updates.

    Artikel Sebelumnya

    Polri Kerahkan Brimob hingga Tim Trauma...

    Artikel Berikutnya

    Hendri Kampai: Macan Versus Banteng di Antara...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    Hendri Kampai: Negara Gagal Ketika Rakyat Ditekan dan Oligarki Diberi Hak Istimewa
    Hendri Kampai: Pemimpin Inlander Selalu Bergantung pada Asing

    Ikuti Kami