OPINI - Moral presiden Joko Widodo sedang dipertanyakan. Saat beredar luas pernyataan Jokowi soal kenetralan pejabat negara dalam Pemilihan Umum, timbul reaksi yang menampakkan nilai moral seorang presiden.
Apakah memang boleh seorang presiden dan pejabat negara untuk berkampanye dan melepaskan kenetralannya? Secara tegas Jokowi sudah menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum ini.
Suara yang menentang sikap Jokowi ini juga tidak sedikit. Beredar juga pasal-pasal dalam aturan perundangannya yang menuntut kenetralan pejabat negara, yang notabene termasuk presiden. Aturan tertulis yang jelas pasal-pasalnya itu tidak digubris oleh Jokowi.
Jejak digital yang beredar di masyarakat yang menunjukkan pernyataan Jokowi yang saling bertentangan, juga tidak membuat Jokowi menyadari bahwa "kebersihan" moralnya sedang dipertanyakan.
Penentangan ini bukan saja karena "statement" Jokowi yang saling bertentangan itu, tapi krisis moral Jokowi sudah dimulai dari lontaran perpanjangan kekuasaan Jokowi menjadi tiga periode. Usulan perpanjangan ini jelas bertentangan dengan aturan dalam konstitusi. Tidak terbayangkan oleh rakyat akan sikap seorang pemimpin negara besar yang mengutamakan birahinya untuk berkuasa.
Kecacatan moral Jokowi kembali mencuat ketika Gibran diloloskan untuk menjadi calon wakil presiden. Gebrakan Jokowi meloloskan omnibus law, yang jelas-jelas melanggar etika hukum dalam prosesnya, turut berkontribusi terhadap nilai moral Jokowi yang dalam pandangan masyarakat sedang merosot tajam.
Baca juga:
Tony Rosyid: Siapa Pasangan Ideal Anies?
|
Apakah seorang presiden negara besar yang jelas moralnya sedang dipertanyakan itu masih layak untuk berada di garis terdepan? Atau mungkin Jokowi masih belum menyadari bahwa dia seorang presiden? Mungkin bagi Jokowi bukanlah menjadi masalah besar, tapi krisis moral seorang presiden ini akan menjadi catatan sejarah, yang akan mencoreng nama baik Indonesia dihati generasi mendatang.
Sentul City, 26 Januari 2024
Dr. Rino A. Sa'danoer
(Sekjen Badan Pemenangan Anies-Muhaimin)